Senin, 14 Mei 2018


Akulturasi kebudayaan nusantara dan hindu-budha

1.      Seni bangunan
a.      Candi


Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewi ataupun memuliakan Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi.

Candi merupakan perpaduan antara dua kebudayaan local dan kebudayaan india. Secara harfiah candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja atau tokoh terkemuka.sebenarnya dimakamkan dicandi bbukan bukan jasad melainkan batu batu berharga disertai sesajen yang disebut peripih.

Candi merupakan bangunan replika tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru. Karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang disesuaikan dengan alam Gunung Mahameru. Candi-candi dan pesan yang disampaikan lewat arsitektur, relief, serta arca-arcanya tak pernah lepas dari unsur spiritualitas, daya cipta, dan keterampilan para pembuatnya.

Beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan dibangun amat megah, detil, kaya akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan teknologi arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi bukti betapa tingginya kebudayaan dan peradaban nenek moyang bangsa Indonesia.

 

Jenis-jenis bangunan candi:

  1. Candi Kerajaan, yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi Panataran.
  2. Candi Wanua atau Watak, yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit, Candi Sanggrahan di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi Pringapus.
  3. Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), candi Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari), Candi Rimbi (pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam Wuruk), Candi Tegowangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan Candi Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).

Fungsi bangunan candi :

  1. Candi Pemujaan: candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, candi Canggal, candi Sambisari, dan candi Ijo yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk memuja Manjusri.
  2. Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus
  3. Candi Pedharmaan: sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
  4. Candi Pertapaan: didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan di lereng timur Gunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
  5. Candi Wihara: didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan
  6. Candi Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan candi Plumbangan.
  7. Candi Petirtaan: didirikan didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian, contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus

Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan oleh silpin yaitu seniman yang membuat candi (arsitek zaman dahulu). Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.

b.      Stupa


Stupa merupakan bangunan yang terdapat pada candi candi. Stupa biasanya disusun mengelilingi candi. Stupa berassal dari bahasa sanskerta merupakan tumpukan atau gundukan. Yang digunakan untuk menempatkan abu  jenaza. Para penganut agama budha tidak membuat patung bagi raja yang telah wafat. Abu janaza raja atau biksu ditananam di sekitar candi dalam bangunan stupa.

Di India kuno, bangunan stupa digunakan sebagai makam, tempat menyimpan abu kalangan bangsawan atau tokoh tertentu. Di kalangan Buddha, stupa menjadi tempat menyimpan abu sang buddha sendiri. Setelah wafat lalu dikremasi, abu buddha disimpan dalam delapan stupa terpisah yang didirikan di India Utara.
Dalam perkembangannya, stupa menjadi lambang Buddhisme itu sendiri. Semasa pemerintahan
Ashoka, dibangun banyak stupa untuk menanandakan kedudukan Buddha sebagai agama utama di India. Demikian pula di Asia Timur dan Asia Tenggara, stupa didirikan sebagai bukti pengakuan terhadap Buddhisme di wilayah yang bersangkutan. Bagi kita sekarang, stupa dapat menjadi petunjuk seberapa luas Buddhisme tersebar di suatu wilayah.
Sebagai lambang peerjalanan sang Buddha masuk ke nirwana, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan
candi.
Bangunan stupa di
Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan di India maupun di Asia Timur. Di tempat lain banyak bangunan stupa yang berdiri sendiri. Sedangkan di Indonesia, lebih sering dijumpai bangunan stupa yang menjadi bagian candi, seperti Candi Mendut,
Candi Borobudur.

Pada awalnya stupa berbentuk kubuh atau bukit kecil. Selanjutnya,bangunanan ini berkembangmenjadi ciri khas bangunan suci umat Buddha.dalam kepercayaan agama Buddha bangunan stupa melambangkan nirwana. Stupa yang terkenal terdapat diiindonesia dicandi Borobudur yang merupakan kompleks terbesar didunia.oleh karena itu, candi Borobudur diakui UNESCO sebagai warisan budaya.

c.       Langgam

Bangunan candi di Indonesia dibedakan menjadi dua langgam, yaitu langgam jawa tengah dan langgam jawa timur. Contoh langgam jawa timur yaitu ; candi mendut, kalasan,prambanan,Borobudur. Candi langgam jawa tengah memiliki karakteristik seperti berikut;

1.      Candi berbentuk tambun dengan atap berundak-undak

2.      Reliefnya timbul agak tinggi dengan hiasan lukisan naturalis.

3.      Puncak candi berbentuk ratna atau stupa

4.      Candi terbuat dari batu andesit

5.      Candi induk terletak ditengah halaman

6.      Candi menghadap kearah timur

Contoh gambar langgam jawa tengah


Candi langgam jawa timur memiliki bentuk berlawanan dengan candi langgam jawa tengah. Contoh bangunan candi langgam jawa timur, yaitu Candi Jago, Candi Singasari, Candi Ceto, dan Candi Penataran. Pada umumnya candi langgam jawa timur memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Candi berbentuk ramping dan atapnya merupakan perpaduan dari tingkatan
2.    Reliegnya timbul sedikit dan hiasan lukisannya berbentuk simbolis menyerupai wayang kulit
3.    Puncak candi berbentuk kubus
4.    Candi terbuat dari batu bata
5.    Candi induk terletak di belakang halaman
6.    Candi enghadap ke arah bara

Contoh gambar langgam jawa timur


d.      Keraton

  Istilah kadatwan (atau dalam ucapan sekarang disebut kedhaton) sebagai tempat kedudukan pimpinan federasi desa diperkirakan berasal dari fase terakhir masa prasejarah, yang kemudian terbawa serta ke masa Hindu-Budha, dan kemudian terintegrasikan dengan konsep kerajaan. Konsep “raja” kemudian diletakkan di atas susunan kerapatan para rama dan rakai, dan dibubuhi pula dengan “esensi kedewataan” yang dikenal dalam konsep kerajaan menurut agama Hindu.dengan demikian keratin merupakan tempat tinggal raja, bangunan keraton biasanya berciri-ciri khusus yang menjadi identitas kerajaan. Keraton memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan,pusat budaya, dan tempat tinggal raja bersama keluarganya.

Keraton peninggalan masa hindu-buddha yang masih dapat kita temui pada masa kini adalah ketaron raja book.keraton raja boko terletak sekira 2 km dari candi prambanan.bangunan ini tidak bias disebut candi karena disekitarnya terdapat bekas benteng dank anal atau selokan.

Contoh gambar keraton raja book

Rabu, 09 Mei 2018

resensi novel melukis pelangi


resensi novel
melukis pelangi
 
 
 
 
 
A. Identitas buku
 
  1. Judul Buku : Melukis Pelangi
  2. Nama Pengarang : Oki Setiana Dwi
  3. Nama Penerbit : PT. Mizan Pustaka
  4. Tahun Penerbit : 1 maret 2011 (cetakan pertama)
  5. Jumlah Halaman : 374
 
B. Sinopsis
 
    
“ kamu ini belum terkenal saja sudah sombong sekali. Begitu banyak orang mengiginkan peran itu, kamu malah menolaknya! Kamu lupa dengan perjuangan kamu selama ini? Dengan jilbab, kamu tidak akan pernah bias jadi apa-apa!”

Hidup penuh lika-liku: sedih,bahagia,tawa,duka,dan ceria. Semampu apa seseorang mengelola emosi-emosi jiwa ini, setinggi itu pula sikap mental yang akan dimiliki. Dan itulah yang kini menjelma pada diri Oki Setiana Dewi, aktris muslimah yang mananya melejit melaluiperannya dalam film ketika cinta bertasbih.

      Di buku ini Oki dengan sangat  tulus berbagi tentang kisah hidupnya: tentang masa kecilnya di Batam, kegigihannya menjelajahi kehidupan di Jakarta,impian-impiannya yang tertulis rapi dalam diary,hingga nazarnya untuk berjilbab demi kesembuhan Ibunda tercintanya. Semua itu diungkapnya dengan semangat jujur dan terbuka. Sungguh kisah yang memesona dan begitu mendebarkan.
C. Jenis Buku : Fiksi
 
D. Latar Belakang Penulis
 

Oki Setiana Dewi. Ia lahir di Batam pada 13 Januari 1989. Putri pertama dari pasangan Sulyanto dan Yunifah Lismawati, memiliki dua orang adik perempuan,Shindy Kurnia Putrid an Ria Yunita. Masa kecil hingga remaja ia habiskan di Batam,sejak masuk SMA, ia memutuskan untuk berhijrah ke Jakarta.

      Pada 2007, Oki melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Ia tercatat sebagai mahasiswi terbaik dan berprestasi di kampusnya, antara lain Mahasiswa Berprestasi Bidang Seni FIB UI 2010.

      Hobinya sejak remaja adalah berdiskusi,membaca, dan menulis. Beberapa penghargaan yang ia raih semasa kariernya, antara  lain: Aktris Wanita Terbaik versi Islamic Movie Days, Depok, Aktris Pendatang Baru Wanita Terbaik dan Aktris pendatang Baru Wanita Terfavorit untuk film ketika cinta bertasbih di Indonesia Movie Awards 2010, ia juga ditunjuk menjadi Duta Internet Sehat dan Aman (Kementrian Komunikasi dan Informatika) 2010, dan Duta International Youth Forum on Climate Change.

      Selain di dunia entertainmen,kesibukan lain yang ia jalani adalah menjadi pembicara dan narasumber di berbagai acara bertemakan pendidikan dan kemuslimahan. Ia juga aktif mengisi pengajian di kalangan ibu-ibu.

      Agar komunikasi dengan pembaca dapat terjalin dengan mudah, bagi yang ingin mengundang Oki Setiana Dewi untuk acara seminar maupun bedah buku,bias langsung menghubungi Mbak Rida dengan e-mail: osd.management@yahoo.com atau di nomor handphone: 0815 8646 0000. Twitter: @oki_setiana.
E. Penilaian
            Tampilan  :
       Huruf-huruf yang ditampilkan menggunakan bahasa tidak baku, sampul dan warnanya juga menarik.
Isi :
      Huruf yang digunakan mudah untuk dipahami karena menggunakan bahasa tidak baku.
Bahasa :
       Penulis menggunakan bahasa Indonesia yang nonbaku sehingga pembaca akan mudah memahami isi dan makna yang terkandung pada novel tersebut.
A.    Unsur intrinsik
Tema : perjalanan hidup Oki Setiana Dewi
 
Alur : maju
 
Latar tempat :
       kamar petak, kota batam, mesir, kedai botiang, rumah wak ida, pantai, sekolah model,pasar minggu,kontrakan,kamar mandi,rumah sakit,ruang autorium,Sembilan kota besar,hotel grand tropic, kota solo, hong kong, bandara soekarno hatta, madina, mesjid nabawi dan pemakaman rasulullah saw.
 
Perwatakan :
Oki Setiana Dewi : pekerja keras, percaya diri,mandiri dan penuh perjuangan,penuh semangat,pesimis.
Ibu : perhatian dan peduli akan keadaan anak-anaknya.
Om Danar : seseorang yang ramah dan penuh rahasia.
Dede :adik Tania yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
Tania : gadis yang selalu menepati janji danemburuan,
Amanat :
-          banyak memberikan informasi,inspirasi dan motifasi.
-          Sabar dan ikhlas dalam menghadapi segala cobaan.
-          Membuktikan bahwa berhijab bukanlah penghalang untuk mencapai kesuksesan.
-          Mengajarkan untuk disiplin,mandiri,kerja keras,dan kerja cerdas adalah modal dasar untuk  mencapai kesuksesan.
-          Saat belajar bekerja atau melakukan apa pun niatkan hanya untuk Allah SWT.
 
Gaya bahasa : hiperbola, litotes, repetisi.
Sudut pandang : orang pertama,yaitu dirinya sendiri dalam menceritakan hidupnya.
Unsur ekstrinsik :
Biografi pengarang :
      Oki Setiana Dewi lahir di Batam 13 Januari 1989. Ia anak pertama dari tiga bersaudara yang kesemuannya perempuan. Orang bau tanah Oki berjulukkan Sulyanto dan Yunifah Lismawati yang merupakan pasangan suami istri berdarah Jawa-Palembang. Sejak tahun 2005, keluarga Oki hijrah dan menetap di Jawa tepatnya di Depok.
Nilai sosial budaya :
 
      Nilai sosial yang terdapat dalam novel ini adalah kita bias bersosialisasi kepada semua orang, tidak memandang bulu untuk hal memilih teman. Seperti Tania yang memiliki teman sebaya dari luar negeri, Anne. Walaupun beda agama dan ras suku bangsa, mereka tetap memiliki persahabatan yang sejati.
 Moral :
 
      Ketidak putus-asaan adalah hal terpenting ketika kita mencapai apa yang kita inginkan.
 
Agama :
      Terdapat pendidikan akhlak yang mengajarkan taqwa, ikhlas, dan bersyukur. Buku ini juga dikombinasikan antara kehidupan realita yang dipadukan dedngan kehidupan beragama.
B.     Kesimpulan
      Oki Setiana Dewi adalah sosok muslimah inspirasi bagi semua orang, terutama generasi muda.              Ia mampu husnuzhan terhadap semua skenario yang Allah berikan untuk hidup-Nya . Kisahnya membuktikan bahwa janji-janji Allah adalah benar adanya. Dengan mempertahankan hijabnya dia mampu membuktikan kepada banyak orang bahwa hijab bukanlah penghalang untuk berkarya. Kerja keras,usaha dan berdoa menjadi kegiatannya sehari-hari.
      Yang terpenting dalam novel ini yaitu husnuzhannya pada Allah dan istiqomahnya dijalan Allah. Proses berhijabnya pun sangat ia syukuri. Karena baginya berjilbab adalah sesuatu yang istimewa dengan menutup semua lekukan dan bentuk tubuh wanita. Sebelum Ia mau dihormati oleh orang lain, ia pun menghormati dirinya terlebih dahulu dengan menutup semua tubuhnya dengan busana muslimah. Baginya berjilbab dan berbusana muslimah seperti seorang muslim yang didalam etalase cantik yang selalu terjaga, bukan di pinggiran jalan yang diganggu banyak orang.